Jumat, 06 November 2009

Ratapan Hati Si Kodok


Sore itu hujan rintik rintik. Tanah yang telah lama kering kembali basah disiram air hujan yang jatuh dari langit. Aroma tanah basah semerbak menyegarkan suasana. Angin sepoi-sepoi turut menambah suasana sore itu menjadi semakin segar.

Pandangan mataku menerawang keluar jendela yang terbuka. Tampak olehku tetesan bulir bulir jernih air hujan yang berkilau tertimpa cahaya jingga sore itu.

Tak terasa pandanganku jatuh pada sesuatu berwarna abu-abu sebesar kepalan tangan anakku. Sekilas tampak seperti batu, namun ada sesuatu yang 'aneh' di mataku karena ternyata 'batu' itu bergerak! Kuamati dan kudekati 'batu' itu, dan ternyata 'batu' itu adalah seekor kodok yang sedang merasakan kesendiriannya di tengah hujan yang terus menyiram tubuhnya.

Kupanggil anak keduaku, si Nyiur, untuk kuajak bersama melihat binatang kodok mungil itu. "Lihat Nyiur, kodoknya sendirian hujan - hujanan !" ajakku pada anak perempuanku yang sekarang sedang senang-senangnya 'sekolah' di PlayGroup itu.

Sambil mengamati dari jauh karena masih takut-takut dekat dengan kodok itu, dengan lirih si Nyiur berkata "Yah... kasihan ya kodoknya...." Matanya menatap tajam kepada kodok dan meneruskan perkataannya "Kasihan kodok itu, sendirian.... Ayahnya kerja di kantor dan ibunya kerja di Rumah Sakit...."

Kalimatnya terakhir ini seakan mendatangkan sambaran petir yang menggelegar di telingaku. Kata-katanya begitu jujur, asli, original keluar dari mulut seorang anak yang memang setiap harinya harus ditinggal ayahnya kerja di kantor dan ibunya yang masih wira-wiri ke Rumah Sakit untuk menyampaikan lamaran untuk jadi dokter.

Akankah kodok itu kamu, anakku ? Sesedih itukah rasanya saat kamu kutinggal di rumah ?

Termenung aku di senja kala itu. Kutatap kodok mungil basah di taman rumah. Kutatap dalam dalam mata si 'kodok' kecilku yang baru saja mengingatkanku akan waktu-waktu bersamanya yang hilang karena kesibukanku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar