Jumat, 06 November 2009

Kipas Angin


Saya sudah dua tahun ini tinggal di sebuah kota di wilayah Tapal Kuda bagian Timur pulau Jawa. Kota yang terkenal dengan perkebunan tembakau, yang menyuplai bahan baku cerutu kelas satu di seluruh penjuru dunia. Di kota ini banyak lahir ide-ide besar kelas dunia yang membawa harum nama bangsa kita. Salah satunya adalah Jember Fashion Carnaval (JFC) yang diadakan setiap tahun dan kemudian memberikan inspirasi kepada daerah lain untuk turut mengadakan event yang sama.

Namun di sini saya akan mengulas sisi lain kota Jember yang tidak kalah menariknya, karena ulasan dan sorotan atas JFC sudah banyak yang menyampaikannya.

Sebagai kota kabupaten, Jember telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan sejarahnya dengan beroperasi Bandara pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 2008 yang lalu. Bandara itu bernama Bandara Notohadinegoro (mirip namaku Ardi Nugroho.... hehehe... Maksa ya?).

Dengan pesawat tipe LET 410 berkapasitas 19 penumpang, perjalanan Surabaya-Jember dapat dicapai dalam waktu 30menit saja. Bandingkan dengan perjalanan darat yang membutuhkan waktu tempuh 5 jam (300 menit), yang berarti perjalanan udara 10 kali lebih cepat dibanding perjalanan darat!

Tentunya, ini menjadi sebuah kebanggaan seluruh warga Jember, baik yang asli Jember maupun pendatang seperti saya ini. Dengan adanya alat transportasi cepat ini, maka akses ke ibukota propinsi, Surabaya, akan semakin mudah. Secara hitungan logis, maka segala lini kehidupan di daerah kami akan segera berkembang dengan pesat.

Alkisah, saya mempunyai kesempatan untuk turut merasakan 'kecanggihan' alat transportasi ini. Kebetulan saya duduk di bangku paling belakang, bersandingan dengan seorang petani tembakau yang sukses asal Jember. Saya mulai berkenalan dengannya saat masih di luar pesawat, saat berada di ruang tunggu keberangkatan. Sejak awal memang dapat rasakan bahwa bapak petani tembakau ini sangat antusias dengan 'wahana' transportasi milik kota tercinta ini. Berulang kali dia menanyakan dari hal-hal besar hingga hal-hal kecil yang terkadang saya sendiri juga tidak menyangka akan ditanyakan...hehehe...

Singkat cerita, penerbangan sudah kita lewati bersama sekitar 15 menit. Tanpa disadari, pesawat yang kita tumpangi itu mengalami gangguan kecil. Ruangan dalam pesawat jadi begitu panasnya karena AC tidak dapat diaktifkan. Semua penumpang sudah mulai gelisah, karena keringat mereka bercucuran menahan panasnya ruangan. Ada yang sudah mulai mencari berbagai macam alat untuk kipas-kipas dan ada pula yang sudah mulai melepas kancing atas bajunya satu per satu. Kesimpulannya, saat itu sudah tidak bisa lagi kita bedakan apakah ini pesawat atau mobil angkot!

Di tengah kegelisahan para penumpang itu, Bapak yang duduk di sampingku menggerutu dan berteriak dengan logat khas Madura, "De remmah (bagaimana ini) sampiyan pak pilot! Suddah tau yang nas pannas ndek dallam, kenapa kipas angin itu malah di taruh ndek luar???" Sambil menunjuk baling-baling di sayap pesawat.....

Kontan suasana yang gelisah itu jadi ceria seketika :)

Piisss.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar