Kamis, 17 Mei 2012

Sehari Hidup di Tiga Negara

Setibanya kami dari ‘Penerbangan dengan Visi Besar’ (silahkan baca email saya edisi kemarin) dari Jakarta-Dhubai dan Dhubai-Franfurt, kami mendarat pada pagi hari di Franfurt. Di jerman saat ini sedang memasuki musim semi, sehingga suhu udara di sini relative lebih bersahabat bagi ‘reng Jember’ seperti saya ini. Termometer digital bandara Franfurt menunjukkan bahwa suhu berada pada angka 9 derajat Celcius. Masih terasa dingin, bikin mulut selalu ‘berasap’ ketika berbicara, namun ini jauh masih lebih bersahabat. Bayangkan saja, sebelumnya saat musim salju tiba suhu di Eropa bisa sampai lima derajat di bawah nol derajat celcius! Dalam suhu 9oC tersebut kami sudah merasa nyaman dengan bantuan sarapan pagi di Frankfurt berupa sandwich ala Perancis dan secangkir cappuccino hangat. Bahkan bagi saya yang kebetulan terlalu percaya diri tidak membawa jaket pun masih nyaman saja dengan kondisi itu. Dalam perjalanan ini, kami menggunakan event organizer yang terdiri dari anak2 muda Indonesia lulusan Jerman yang energik dan kreatif. Bagi mereka penerbangan Jakarta – Frankfurt selama 18 jam tidak jadi penghambat mereka untuk terus mempimpin perjalanan ini. Mereka selalu memberikan jawaban dan informasi yang sangat kami butuhkan. Melihat semangat EO yang seperti ini, saya pun terpengaruh jadi lebih semangat lagi. Selesai sarapan di Frankfurt Jerman, kami segera naik bus untuk langsung berjalan ke arah Belgia, tepatnya di kota Brussel. Untuk menuju ke Belgia, saya bersama anggota tour menyusuri jalan antar negara sepanjang kurang lebih 320km. Selama perjalanan, kami disuguhkan pemandangan yang sangat di luar gambaran sebelumnya. Dalam perjalanan dari Jerman ke Belgia, anggapan saya tentang Negara Eropa jadi berubah drastis. Yang tadinya saya beranggapan bahwa Negara Eropa adalah Negara yang modern, kanan kiri terdapat gedung pencakar langit, sana – sini lahan tertutup aspal, macet, udara penuh asap kendaraan, dan sekian banyak mindset negatif ala kota-kota modern lainnya. Namun begitu saya melihat sendiri, ternyata semua itu tidak sepenuhnya benar. Negara Eropa yang saya kunjungi ternyata sangat perhatian dengan masalah konservasi alamnya. Modernitas system tidaklah membuat mereka jadi mengesampingkan keseimbangan alam. Hal ini sudah saya rasakan berawal dari saat sebelum mendarat di Frankfurt ketika saya dari atas melihat ke bawah ladang pertanian yang begitu luas dan tertata rapi. Sesampai di Brussel, tepat saatnya makan siang, kami langsung menuju rumah makan masakan Indonesia. Namanya 'Garuda' Restaurant. Sesuai dengan namanya, kami mendapatkan suguhan masakan yang sangat bercita rasa Indonesia. Nasi urap, rendang ayam, telor bumbu Bali, sambal bajak lengkap dengan kerupuk udang dan emping belinjo sangatlah familier dengan lidah kami. Baju seragam batik yang dikenakan seluruh karyawan restauran, hiasan dinding dari Bali dan sayup sayup lantunan musik gamelan membuat kami seakan berada di negeri sendiri. Restauran ini dikelola oleh orang Belgia yang merekrut koki dari Indonesia, asli orang Gegerkalong, Bandung. Ini mungkin jawaban mengapa cita rasa masakan di restaurant ini sangat Indonesia. Selesai makan siang, kami menuju Amsterdam untuk istirahat malam. Perjalanan dari Brussel ke Amsterdam ditempuh dalam waktu 2,5jam. Cuaca di Amsterdam tidak berbeda dengan Franfurt maupun Brussel. Hanya anehnya walau jam sudah menunjukkan 20.30 saat Amsterdam, suasana seperti masih sore di mana cahaya matahari tetap menerangi. Masih banyak terlihat anak-anak Amsterdam bermain di luar. Sesampai di Amsterdam, kami menuju Novotel untuk istirahat dan makan malam. Lengkap sudah perjalanan kami. Dalam satu hari, kami hidup di tiga negara. Sarapan di Franfurt, Jerman, makan siang di Brussel Belgia, makan malam dan istirahat malam di Amsterdam Belanda tanpa ada kendala sedikit pun. Dalam benak saya, bagaimana konsep Uni Eropa ini bisa dedesain begitu rapinya, sehingga seakan mereka ini satu negara? Bagaimana cara mereka menyatukan sekian banyak perbedaan dan ego kebangsaannya? Masyarakat Eropa yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda, dibatasi oleh perbatasan negara bisa bersatu dalam Uni Eropa untuk kejayaan bersama. Bagaimana dengan kita? Wilayah Tapal Kuda Jawa Timur adalah wilayah yang gemah ripah loh jinawi, dengan budaya dan alam yang begitu indahnya. Alangkah indahnya jika dari keenam Kabupaten yang ada (Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi) duduk bersama bersinergy untuk maju bersama. Suatu saat nanti orang akan datang sarapan di Probolinggo, beli oleh2 snack keripik pisang di Lumajang, berwisata di Papuma Jember, makan siang di Bondowoso, lanjut wisata ke Baluran Situbondo, dan makan malam dan beristirahat di Banyuwangi. Mungkinkah ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar